Selasa, 01 Mei 2018

PENYELESAIAN PERKARA PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT MELALUI KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)

Oleh: Yunus, S.H.

PENDAHULUAN
Pada Pasal 24 Ayat 3 UUD NRI 1945 disebutkan bahwa badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang [1]. Badan-badan lain yang dimaksud adalah Pengadilan Khusus seperti pengadilan Tipikor, Pengadilan Niaga, Pengadilan Hubungan Industrial dan Pengadilan HAM. Kehadiran badan-badan lain selain daripada Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung beserta badan peradilan di bawahnya bertujuan agar proses peradilan dapat menyesuaikan diri dalam penyelesaian perkara sehubungan dengan munculnya perkara-perkara baru sesuai dengan perkembangan zaman.

UU Nomor 5 Tahun 1999 merupakan UU yang pertama disusun di era reformasi serta sekaligus disebut juga sebagai UU yang pertama kali lahir dari inisiatif DPR. Pada awal proses penyusunannya, UU ini diharapkan dapat menjadi solusi atas berbagai permasalahan dalam dunia usaha selama pemerintahan Orde Baru yang sarat dengan paraktik monopoli yang diciptakan oleh pemerintah bagi segelintir pelaku usaha tertentu yang memiliki kedaulatan dengan penguasa.[2]

Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU merupakan lembaga independen dalam status kelembagaan yang sifatnya ad-hoc. Dalam proses peradilan, Majelis Komisi selaku Pengadil atau judge dan Investigator selaku Penyidik dan Penuntut bertindak mewakili lembaga KPPU secara bersamaan. Hal ini menandakan tidak adanya independensi Peradilan dalam mengadili perkara praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Dimana posisi pengadil haruslah berada dalam keadaan netral yang akan memberikan putusan seadil-adilnya.

PEMBAHASAN
Mekanisme Penyelesaian Perkara Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Tugas dan Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha[3]
Untuk mengawasi pelaksanaan UU Antimonopoli, maka dibentuklah Komisi Pengawas Peresaingan Usaha (KPPU) dengan Keputusan Presiden No. 75 Tahun 1999 yang merupakan pelaksanaa dari ketentuan Pasal 30 Ayat 1 UU Antimonopoli. Untuk pertama kali anggota KPPU ditetapkan dengan Keputusan Presiden No. 162/M Tahun 2000 tertanggal 7 Juni 2000, yang terdiri dari sebelas anggota selama lima tahun ke depan. Tugas dari KPPU dijabarkan dalam Pasal 35 UU Antimonopolimeliputi:
a.     Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur di dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
b.  Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;
c.    Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
d.     Mengambil tindakan sesduai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;
e.  Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
f.      Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang ini;
g. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Adapun kewenangan dari KPPU dijabarkan di dalam ketentuan Pasal 36 yang meliputi:
a.  Menerima laporan masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
b.  Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
c.    Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil dari penelitiannya;
d.   Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
e.      Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
f.   Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
g.  Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi ahli atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;
h.  Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
i.     Mendapatkan, meneliti dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;
j.   Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lainatau masyarakat;
k.   Memberitahukan putusan komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktik monopoli  dan atau persaingan usaha tidak sehat;
l.  Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.

Pemeriksaan dalam Sidang KPPU [4]
Dalam penanganan perkara praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, KPPU memiliki dua tahap pemeriksaan, yaitu:
1)  Prosedur Administratif
Kegiatan prosedur administratif ini meliputi sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Identitas
 Bagi pelaku usaha, saksi atau pihak lain yang diperiksa oleh Majelis Komisi, wajib menunjukkan identitasnya. Majelis Komisi yang melakukan pemeriksaan dan penyelidikan terdiri dari tiga anggota KPPU dengan dibantu beberapa orang staf sebagai investigator (penyelidik). Apabila pelaku usaha atau saksi adalah suatu perusahaan, maka yang berhak mewakili adalah direktur sebagaimana ditetapkan di dalam anggaran dasar dari perusahaan tersebut. Pelaku usaha yang dipanggil diwajibkan untuk melampirkan anggaran dasar perusahaannya.
b. Pembacaan Hak dari Pelaku Usaha, Saksi atau Pihak Lain
Pelaku usaha, saksi ataupun pihak lain yang diperiksa berhak didampingi oleh kuasa hukumnya berdasarkan ketentuan Pasal 20 Kep. No. 05. Setiap kuasa hukum berhak hadir di dalam persidangan Majelis Komisi dengan surat kuasa, yang aslinya diserahkan kepada panitera sidang pemeriksaan beserta identitas dari kuasa hukumnya.

2) Pemeriksaan terhadap Pokok Permasalahan
Pemeriksaan terhadap pokok permasalahan dibagi dalam dua tahap sebagai berikut:
a. Pemeriksaan oleh KPPU
          Segera setelah selesai dilakukannya tahap Prosedur Administratif, Persidangan Majelis KPPU dibuka dengan terlebih dahulu dibacakan tata tertib sidang. KPPU mengartikan pemeriksaan yang dilakukan terhadap pelaku usaha ataupun saksi-saksi mengacu kepada pemeriksaan dalam hukum acara pidana, di mana pelaku usaha ataupun saksi langsung diperiksa tanpa adanya hak untuk diwakilkan kepada penasihat hukum. Namun untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh KPPU, Pelaku usaha atau saksi diperkenankan untuk berkonsultasi dengan penasihat hukumnya dengan seizin Majelis Komisi.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh KPPU sifatnya searah dan pertanyaan yang diajukan disesuaikan dengan pandangan dari KPPU terhadap permasalahan yang ada. Pihak-pihak yang diperiksa tidak diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan atas dokumen-dokumen ataupun Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang diperoleh oleh KPPU sebelumnya dari pelaku usaha lain ataupun saksi yang ikut diperiksa di dalam perkara yang sama ataupun dokumen yang diperoleh KPPU dari pihak-pihak yang melapor kepada KPPU.

Yang menjadi pertanyaan, apakah mekanisme tersebut sudah tepat? Kapankah pelaku usaha yang telah ditetapkan sebagai terlapor mendapat kesempatan untuk memberikan tanggapan atas keterangan pelaku usaha lain ataupun saksi apabila diberikan kesempatan kepada pelaku usaha yang diperiksa untuk melihat dokumen-dokumen yang diberikan pihak lain, tentunya pelaku usaha tersebut dapat memberikan masukan-masukan ataupun membatah kebenaran dokumen-dokumen yang diperoleh oleh KPPU dari pihak-pihak lain, dan KPPU dapat juga membandingkan keterangan pelaku usaha dengan saksi-saksi ataupun melakukan cek silang antara keterangan pelaku usaha dengan keterangan saksi ataupun pihak pelapor untuk mencari kebenaran materil. Apabila secara silang ini, maka terjadi “due process of law”, di mana pemeriksaan terhadap pelaku usaha dan saksi benar-benar terjadi, dan putusan KPPU nantinya tidak didasarkan kepada kesimpulan dan pandangan dari sisi KPPU saja mengenai permasalahan yang ada, tetapi benar-benar keputusan yang adil. Mekanisme “cross check” ini sayangnya tidak diberikan oleh KPPU kepada pelaku usaha yang diperiksa, dengan alasan bahwa apabila hal tersebut dilakukan, KPPU telah melanggar ketentuan Pasal 39 Ayat (3) UU Antimonopoli, di mana KPPU berkewajiban untuk menjaga informasi yang diperoleh dari pelaku usaha yang dikategorikan sebagai rahasia perusahaan.

PENUTUP
Putusan KPPU didasarkan kepada kesimpulan dan pandangan dari sisi KPPU saja mengenai permasalahan yang ada. Mekanisme “cross check” tidak diberikan oleh KPPU kepada pelaku usaha yang diperiksa, dengan alasan bahwa apabila hal tersebut dilakukan, KPPU telah melanggar ketentuan Pasal 39 Ayat (3) UU Antimonopoli, di mana KPPU berkewajiban untuk menjaga informasi yang diperoleh dari pelaku usaha yang dikategorikan sebagai rahasia perusahaan.

Kehadiran Badan-badan lain selain daripada Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung beserta badan peradilan di bawahnya, seperti kehadiran Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU dalam mengadili perkara praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menimbulkan kerancuan dalam sistem peradilan di Indonesia merupakan tindakan inkonstitusional, karena bukan merupakan badan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang kewenangannya telah diberikan secara atributif oleh UUD NRI 1945 khusunya pada Pasal 24 Ayat 2 yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha sejatinya berada di bawah naungan Mahkamah Agung dengan menjadikan Pengadilan Khusus yang mengadili Perkara Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, agar proses peradilan dapat dilakukan dengan mengacu pada hukum acara pidana pada umumnya dan mendapat kedudukan hukum dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dengan menjunjung tinggi asas independensi peradilan.


DAFTAR BACAAN
[1] Pasal 24 ayat 2 dan 3 UUD NRI 1945
[2] Sukendar. 2009. Kedudukan Lembaga Negara Khusus (Auxilary State’s Organ) Dalam Konfigurasi Ketatanegaraan Modern Indonesia (Studi Mengenai Kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Dalam Sistem Ketatanegaraan). Jurnal Persaingan Usaha. 9 (1): 170
[3] Desvito Wibowo dan Harjon Sinaga. 2004. Hukum Acara Persaingan Usaha. Jakarta: Rajawali Pres. Hlm. 2
[4] Ibid. Hlm. 32-39

0 komentar:

Posting Komentar