Oleh: Yunus, S.H.
PENGADILAN
Pengadilan
merupakan sarana bagi masyarakat pencari keadilan untuk memperjuangkan haknya.
Memberikan keadilan yang seadil-adilnya merupakan bagian daripada misi Mahkamah Agung (MA). Berdasarkan Blue Print Mahkamah
Agung 2010-2035, Visi Mahkamah Agung adalah “Terwujudnya Badan Peradilan yang
Agung” dan dijabarkan kedalam empat (4) Misi MA yaitu (1) menjaga kemandirian
badan peradilan, (2) memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari
keadilan, (3) meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan, (4)
meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan. Misi MA dalam memberikan
pelayanan hukum yang berkeadilan bagi pencari keadilan menandakan bahwa
pengadilan sebagai ‘pelayan’ harus aktif melayani masyarakat pencari keadilan
tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lainnya. Hal itu sejalan dengan program
pemerintah dalam hal ini Kementerian Aparatur Sipil Negara dan Reformasi
Birokrasi (Kemenpan-RB) dalam melakukan pembaharuan dan perubahan sistem
penyelenggaraan pemerintahan terutama pada aspek kelembagaan/organisasi yang
lebih baik dalam hal pemberian pelayanan kepada masyarakat.
WARGA PERADILAN
Berdasarkan
Peraturan Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kepaniteraan dan Kesekretariatan Pengadilan, organ pimpinan pengadilan terdiri
dari Ketua, Wakil Ketua, Panitera dan Sekretaris. Susunan organisasi
Kepaniteraan Pengadilan Negeri kelas II terdiri dari Panitera Muda Pidana,
Panitera Muda Perdata, dan Panitera Muda Hukum. Sedangkan susunan organisasi
Kesekretariatan Pengadilan Negeri kelas II terdiri dari Sub Bagian Umum dan
Keuangan, Sub Bagian Kepegawaian dan Organisasi dan Tata Laksana, dan Sub
Bagian Perencanaan, Teknologi Informasi dan Pelaporan.
Kewenangan
melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman dimiliki oleh Majelis Hakim. Hakim
adalah organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah
diletakkan kewajiban dan tanggung jawab agar hukum dan keadilan itu
ditegakkan, baik yang berdasarkan kepada tertulis atau tidak tertulis
(mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau
kurang jelas), dan tidak boleh ada satupun yang bertentangan dengan asas dan
sendi peradilan berdasar Tuhan Yang Maha Esa. Kedudukan hakim telah diatur dalam Pasal 24 Ayat (1) UUD NRI 1945 bahwa
kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan; Ayat (2): Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi.
Fungsi
kekuasaan kehakiman diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman) yang berbunyi
“Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila, demi terselenggaranya negara Hukum Republik Indonesia.” Dalam Pasal
10 UU Kekuasaan Kehakiman disebutkan “Pengadilan dilarang menolak untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih
bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya”. Selanjutnya pada Pasal 5 Ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman
disebutkan bahwa “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Hal
ini berarti bahwa peran hakim sangatlah penting dalam memberikan keadilan bagi
para pencari keadilan.
HAK-HAK PENCARI KEADILAN
Pada Pasal 6 Ayat 1 huruf c SK KMA-RI
No. 144/KMA/SK/VIII/2007 disebutkan bahwa hak-hak masyarakat pencari keadilan
yaitu: Berhak memperoleh Bantuan Hukum; Berhak perkaranya segera dimajukan ke
pengadilan oleh Penuntut Umum; Berhak segera diadili oleh Pengadilan; Berhak
mengetahui apa yang disangkakan kepadanya pada awal pemeriksaan; Berhak
mengetahui apa yang disangkakan kepadanya dalam bahasa yang dimengerti olehnya;
Berhak memberikan keterangan secara bebas dihadapan hakim; Berhak mendapatkan
bantuan juru bahasa/penerjemah jika tidak paham bahasa Indonesia; Berhak memilih
penasehat hukumnya sendiri; Berhak menghubungi penasehat hukumnya sesuai dengan
ketentuan undang-undang; Bagi orang asing berhak menghubungi/berbicara dengan
perwakilan negaranya dalam menghadapi proses persidangan; Berhak
menghubungi/menerima kunjungan dokter pribadinya dalam hal terdakwa
ditahan; Berhak mengetahui tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang
berwenang; Berhak menghubungi/menerima kunjungan keluarga untuk mendapatkan
jaminan penangguhan penahanan atau mendapatkan bantuan hukum; Berhak
menghubungi/menerima orang lain yang tidak berhubungan dengan perkaranya untuk
kepentingan pekerjaan atau kepentingan keluarganya; Berhak mengirim/menerima
surat ke/dari Penasehat hukumnya atau keluarganya setiap kali diperlukan
olehnya; Berhak menghubungi/menerima kunjungan rohaniawan; Berhak diadili dalam
sidang yang terbuka untuk umum. Masyarakat sebagai subjek hukum memiliki
hak dan kewajiban dalam memperoleh pelayanan hukum yang terbaik. Tingkat
kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik di pengadilan merupakan ukuran
keberhasilan bagi setiap pengadilan. Penulis beranggapan bahwa selain
memberikan keadilan, seyogyanya hakim sebagai Role Model bagi masyarakat dalam mewujudkan lingkungan masyarakat
yang saling memanusiakan (Sipakatau),
saling menghormati (Sipakalebbi), dan
saling mengingatkan (Sipakainge) agar
tercipta lingkungan masyarakat yang tertib dan damai.
SIPAKATAU
Sipakatau merupakan bahasa bugis yang
artinya sifat/perilaku yang saling memanusiakan, tidak saling membeda-bedakan. Dalam
hukum acara dikenal asas “Equality before
of the Law” artinya semua orang sama di hadapan hukum. Oleh karena itu, Hakim
atau seluruh unsur pengadilan wajib memperlakukan dan melayani para pencari
keadilan dengan sebaik-baiknya tanpa membedakan-bedakan status sosial dan
kondisi perekonomi mereka.
SIPAKALEBBI
Sipakalebbi merupakan bahasa bugis yang
artinya sifat/perilaku saling menghargai sesama manusia. Sikap sederhananya
adalah pimpinan pengadilan memperlakukan staf/pegawai pengadilan dengan rasa
hormat yang tinggi tanpa sewenang-wenang. Begitu pula dengan sebaliknya,
staf/pegawai patuh dan taat terhadap perintah/kebijakan pimpinan pengadilan.
SIPAKAINGE
Sipakainge merupakan bahasa bugis yang
artinya sifat/perilaku saling mengingatkan sesama manusia. Seorang pimpinan
pengadilan yang baik adalah mampu mengarahkan pegawainya ke arah yang benar,
dan mampu menerima saran dari pegawainya untuk kebaikan pimpinan pengadilan itu
sendiri. Selain itu, seorang hakim pada hakikatnya bukan hanya menghukum
terdakwa dengan hukuman penjara atau denda, melainkan seorang hakim seyogyanya
mengingatkan kepada terdakwa atas apa yang telah dilakukannya merupakan
tindakan yang merugikan dan dilarang oleh hukum. Hakim seyogyanya memberikan
nasihat-nasihat kepada terdakwa agar tidak mengulangi perbuatannya lagi dan
menata kehidupan yang lebih baik lagi demi terciptanya kedamaian dalam
berkehidupan, baik di dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan
masyarakat.
DAFTAR BACAAN:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaaan Kehakiman
- Peraturan Mahkamah Agung RI No. 7 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan dan Kesekretariatan Peradilan
sangat menarik apa yang dulis oleh saudara Yunus,SH. Calon Hakim pada Pengadilan Negeri Sinjai mengenai kearifan lokal dari masyarakat bugis yaitu 1. Sipakatau sifat/perilaku yang saling memanusiakan, tidak saling membeda-bedakan. 2. Sipakalebbi, sifat atau perilaku saling menghargai sesama manusia, dimana pimpinan pengadilan memperlakukan staf atau pegawai dengan rasa hormat yang tinggi tanpa sewenang-wenang,.3. Sipainge, sifat atau perilaku mengingatkansesama manusia. Alhamduliilah ketiga hal tersebut diteria baik oleh pimpinan PN Sinjai dan telah ditempelkan di dinding PN Sinjai sebagai tempat untuk mensosialisasikan ketiga nilai kearifan lokal tersebut. pertimbangan pimpinan PN Sinjai menerima ketiga nilai kearifan lokal tersebut dengan pertimbangan bahwa mayoritas masyarakat Kabupaten sinjai yang menjadi daerah hukum PN Sinjai berasal dari etnis Bugis, disamping itu ketiga nilai kerifan lokal tersebut mempunyai makna yang dalam dan berlaku universal tidak hanya untuk masyarakat Bugis saja namun juga seluruh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat pencari keadilan. Bravo daeng Yunus,SH, PN Sinjai PRIMA!!!
BalasHapusSiap Pak. Mohon bimbingan dan arahannya selalu demi kesuksesan kita bersama dalam memajukan PN Sinjai
Hapushttp://jiolio.com/trik-menang-bermain-poker-di-situs-poker-indonesia/
BalasHapus