Oleh: Yunus, S.H.
PENDAHULUAN
Pada Pasal 24 Ayat 3 UUD NRI 1945
disebutkan bahwa badan-badan
lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam
undang-undang [1]. Badan-badan lain yang
dimaksud adalah Pengadilan Khusus seperti pengadilan Tipikor, Pengadilan Niaga,
Pengadilan Hubungan Industrial dan Pengadilan HAM. Kehadiran badan-badan lain
selain daripada Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung beserta badan peradilan
di bawahnya bertujuan agar proses peradilan dapat menyesuaikan diri dalam
penyelesaian perkara sehubungan dengan munculnya perkara-perkara baru sesuai
dengan perkembangan zaman.
UU Nomor 5 Tahun 1999
merupakan UU yang pertama disusun di era reformasi serta sekaligus disebut juga
sebagai UU yang pertama kali lahir dari inisiatif DPR. Pada awal proses
penyusunannya, UU ini diharapkan dapat menjadi solusi atas berbagai
permasalahan dalam dunia usaha selama pemerintahan Orde Baru yang sarat dengan
paraktik monopoli yang diciptakan oleh pemerintah bagi segelintir pelaku usaha
tertentu yang memiliki kedaulatan dengan penguasa.[2]
Komisi Pengawas Persaingan
Usaha atau KPPU merupakan lembaga independen dalam status kelembagaan yang
sifatnya ad-hoc. Dalam proses peradilan, Majelis Komisi selaku
Pengadil atau judge dan Investigator selaku Penyidik dan
Penuntut bertindak mewakili lembaga KPPU secara bersamaan. Hal ini menandakan
tidak adanya independensi Peradilan dalam mengadili perkara praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat. Dimana posisi pengadil haruslah berada dalam keadaan netral yang akan memberikan putusan seadil-adilnya.
PEMBAHASAN
Mekanisme Penyelesaian Perkara Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
Tugas dan Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha[3]
Untuk
mengawasi pelaksanaan UU Antimonopoli, maka dibentuklah Komisi Pengawas
Peresaingan Usaha (KPPU) dengan Keputusan Presiden No. 75 Tahun 1999 yang
merupakan pelaksanaa dari ketentuan Pasal 30 Ayat 1 UU Antimonopoli. Untuk
pertama kali anggota KPPU ditetapkan dengan Keputusan Presiden No. 162/M Tahun
2000 tertanggal 7 Juni 2000, yang terdiri dari sebelas anggota selama lima
tahun ke depan. Tugas dari KPPU dijabarkan dalam Pasal 35 UU
Antimonopolimeliputi:
a. Melakukan penilaian
terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur di dalam Pasal 4 sampai
dengan Pasal 16;
b. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan
atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai
dengan Pasal 24;
c. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak
adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam
Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
d. Mengambil tindakan sesduai dengan wewenang
Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;
e. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap
kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat;
f. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang
berkaitan dengan undang-undang ini;
g. Memberikan
laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat.
Adapun kewenangan dari
KPPU dijabarkan di dalam ketentuan Pasal 36 yang meliputi:
a. Menerima laporan masyarakat dan atau dari pelaku
usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat;
b. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya
kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
c. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan
terhadap kasus dugaan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh
Komisi sebagai hasil dari penelitiannya;
d. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan
tentang ada atau tidak adanya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
e. Memanggil pelaku usaha
yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
f. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan
setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan
undang-undang ini;
g. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan
pelaku usaha, saksi ahli atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan
huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;
h. Meminta keterangan dari instansi pemerintah
dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha
yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
i. Mendapatkan, meneliti
dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan
atau pemeriksaan;
j. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya
kerugian di pihak pelaku usaha lainatau masyarakat;
k. Memberitahukan putusan komisi kepada pelaku
usaha yang diduga melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat;
l. Menjatuhkan
sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan undang-undang ini.
Pemeriksaan dalam Sidang KPPU [4]
Dalam
penanganan perkara praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, KPPU
memiliki dua tahap pemeriksaan, yaitu:
1) Prosedur Administratif
Kegiatan
prosedur administratif ini meliputi sebagai berikut:
a. Pemeriksaan
Identitas
Bagi pelaku usaha, saksi atau pihak lain yang diperiksa oleh
Majelis Komisi, wajib menunjukkan identitasnya. Majelis Komisi yang melakukan
pemeriksaan dan penyelidikan terdiri dari tiga anggota KPPU dengan dibantu
beberapa orang staf sebagai investigator (penyelidik). Apabila pelaku usaha
atau saksi adalah suatu perusahaan, maka yang berhak mewakili adalah direktur
sebagaimana ditetapkan di dalam anggaran dasar dari perusahaan tersebut. Pelaku
usaha yang dipanggil diwajibkan untuk melampirkan anggaran dasar perusahaannya.
b. Pembacaan Hak dari Pelaku Usaha, Saksi atau Pihak Lain
Pelaku usaha, saksi ataupun pihak lain yang diperiksa berhak
didampingi oleh kuasa hukumnya berdasarkan ketentuan Pasal 20 Kep. No. 05.
Setiap kuasa hukum berhak hadir di dalam persidangan Majelis Komisi dengan
surat kuasa, yang aslinya diserahkan kepada panitera sidang pemeriksaan beserta
identitas dari kuasa hukumnya.
2) Pemeriksaan
terhadap Pokok Permasalahan
Pemeriksaan
terhadap pokok permasalahan dibagi dalam dua tahap sebagai berikut:
a. Pemeriksaan oleh
KPPU
Segera setelah selesai dilakukannya tahap Prosedur
Administratif, Persidangan Majelis KPPU dibuka dengan terlebih dahulu dibacakan
tata tertib sidang. KPPU mengartikan pemeriksaan yang dilakukan terhadap pelaku
usaha ataupun saksi-saksi mengacu kepada pemeriksaan dalam hukum acara pidana,
di mana pelaku usaha ataupun saksi langsung diperiksa tanpa adanya hak untuk
diwakilkan kepada penasihat hukum. Namun untuk menjawab pertanyaan yang
diajukan oleh KPPU, Pelaku usaha atau saksi diperkenankan untuk berkonsultasi
dengan penasihat hukumnya dengan seizin Majelis Komisi.
Pemeriksaan
yang dilakukan oleh KPPU sifatnya searah dan pertanyaan yang diajukan
disesuaikan dengan pandangan dari KPPU terhadap permasalahan yang ada.
Pihak-pihak yang diperiksa tidak diberikan kesempatan untuk memberikan
tanggapan atas dokumen-dokumen ataupun Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang
diperoleh oleh KPPU sebelumnya dari pelaku usaha lain ataupun saksi yang ikut
diperiksa di dalam perkara yang sama ataupun dokumen yang diperoleh KPPU dari
pihak-pihak yang melapor kepada KPPU.
Yang
menjadi pertanyaan, apakah mekanisme tersebut sudah tepat? Kapankah pelaku
usaha yang telah ditetapkan sebagai terlapor mendapat kesempatan untuk
memberikan tanggapan atas keterangan pelaku usaha lain ataupun saksi apabila
diberikan kesempatan kepada pelaku usaha yang diperiksa untuk melihat
dokumen-dokumen yang diberikan pihak lain, tentunya pelaku usaha tersebut dapat
memberikan masukan-masukan ataupun membatah kebenaran dokumen-dokumen yang
diperoleh oleh KPPU dari pihak-pihak lain, dan KPPU dapat juga membandingkan
keterangan pelaku usaha dengan saksi-saksi ataupun melakukan cek silang antara
keterangan pelaku usaha dengan keterangan saksi ataupun pihak pelapor untuk
mencari kebenaran materil. Apabila secara silang ini, maka terjadi “due
process of law”, di mana pemeriksaan terhadap pelaku usaha dan saksi
benar-benar terjadi, dan putusan KPPU nantinya tidak didasarkan kepada
kesimpulan dan pandangan dari sisi KPPU saja mengenai permasalahan yang ada,
tetapi benar-benar keputusan yang adil. Mekanisme “cross check” ini
sayangnya tidak diberikan oleh KPPU kepada pelaku usaha yang diperiksa, dengan
alasan bahwa apabila hal tersebut dilakukan, KPPU telah melanggar ketentuan
Pasal 39 Ayat (3) UU Antimonopoli, di mana KPPU berkewajiban untuk menjaga
informasi yang diperoleh dari pelaku usaha yang dikategorikan sebagai rahasia
perusahaan.
PENUTUP
Putusan
KPPU didasarkan kepada kesimpulan dan pandangan dari sisi KPPU saja mengenai
permasalahan yang ada. Mekanisme “cross check” tidak diberikan
oleh KPPU kepada pelaku usaha yang diperiksa, dengan alasan bahwa apabila hal
tersebut dilakukan, KPPU telah melanggar ketentuan Pasal 39 Ayat (3) UU
Antimonopoli, di mana KPPU berkewajiban untuk menjaga informasi yang diperoleh
dari pelaku usaha yang dikategorikan sebagai rahasia perusahaan.
Kehadiran
Badan-badan lain selain daripada Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung beserta
badan peradilan di bawahnya, seperti kehadiran Komisi Pengawas Persaingan Usaha
atau KPPU dalam mengadili perkara praktik monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat menimbulkan kerancuan dalam sistem peradilan di Indonesia merupakan tindakan
inkonstitusional, karena bukan merupakan badan peradilan di bawah Mahkamah
Agung yang kewenangannya telah diberikan secara atributif oleh UUD NRI 1945
khusunya pada Pasal 24 Ayat 2 yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan peradilan yang berada
di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah mahkamah konstitusi.
Komisi
Pengawas Persaingan Usaha sejatinya berada di bawah naungan Mahkamah Agung
dengan menjadikan Pengadilan Khusus yang mengadili Perkara Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, agar proses peradilan dapat dilakukan dengan
mengacu pada hukum acara pidana pada umumnya dan mendapat kedudukan hukum dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia dengan menjunjung tinggi asas independensi peradilan.
DAFTAR
BACAAN
[1] Pasal 24 ayat 2 dan 3
UUD NRI 1945
[2] Sukendar. 2009.
Kedudukan Lembaga Negara Khusus (Auxilary State’s Organ) Dalam Konfigurasi
Ketatanegaraan Modern Indonesia (Studi Mengenai Kedudukan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Dalam Sistem Ketatanegaraan). Jurnal Persaingan Usaha. 9 (1):
170
[3] Desvito Wibowo dan
Harjon Sinaga. 2004. Hukum Acara Persaingan Usaha. Jakarta: Rajawali Pres. Hlm.
2
[4] Ibid. Hlm. 32-39